Teori kepemimpinan situasional atau the situational leadership theory adalah teori kepemimpinan yang dikembangkan oleh Paul Hersey, penulis buku Situational Leader dan Ken Blanchard, pakar dan penulis The Minute Manager, yang kemudian menulis pula buku Management of Organizational Behavior(skarang sudah terbit dalam edisi yang ke-9).
Teori ini pada awalnya diintrodusir sebagai “Life Cycle Theory of Leadership”. Sampai kemudian pada pertengahan 1970an “Life Cycle Theory of Leadership” berganti dengan sebutan “Situational Leadership Theory“. Di akhir 1970an dan awal 1980an, masing-masing penulis mengembangkan teori kepemimpinannya sendiri-sendiri. Hersey – mengembangkan Situational Leadership Model dan Blancard – mengembangkan Situational Leadership Model II.

Pendekatan teori ini lahir karena teori sifat dan pendekatan perilaku tidak banyak memberikan jawaban dalam gaya kepemimpinan. Mengapa demikian ? karena keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dirinya, namun juga variabel-variabel lain, diantaranya adalah visi dan misi organisasi, sifat pekerjaan, lingkungan organisasi serta karakteristik individu yang terlibat dalam organisasi. Pendekatan ini memberikan arti yang cukup banyak bagi pemimpin dalam prakteknya, yaitu dengan memasukan pertimbangan situasi secara keseluruhan dalam rancangan kegiatan.
Sebagai contoh kajian yang dilakukan oleh Wahyu Suprapti selama kurun waktu 3(tiga) tahun, terhadap peserta diklatpim III dalam materi perilaku kepemimpinan dalam organisasi. Dalam kajian tersebut dapat disimpulkan bahwa gaya eksekutif jarang dijumpai dalam pengisian instrument perilaku kepemimpinan (kurang dari 2%). Sedang yang paling banyak dijumpai adalah gaya bureaucrat dan gaya compromiser. Selama kurun waktu era perubahan (reformasi) gaya deserter cukup signifikan. Contoh diatas menunjukan bahwa faktor situasi sangat berpengaruh dalam membentuk gaya kepemimpinan seseorang.
Hal ini disebabkan pemimpin merupakan produk situasi. Teori ini dirumuskan oleh Harsey dan Blanchard (1992-1997) yang merupakan perkembangan terakhir dari kepemimpinan model konsingensi atau fiedler yang dikembangkan oleh PAUL HERSEY dan KENNETH BLANCHARD yang semula disebut Life Cycle Theory.
Penelitian lebih lanjut menunjukan bahwa perilaku kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari situasi ke situasi lain. Dalam kepemimpinan situasional pemimpin harus mampu melaksanakan diagnosis dengan baik terhadap situasi yang ada, sehingga pemimpin harus mampu mengubah-ubah perilaku sesuai dengan situasi dan kondisinya, memperlakukan bawahan sesuai dengan tingkat kematangannya yang berbeda-beda.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku kepemimpinan cenderung berbeda-beda dari situasi ke situasi lain. Pola perilaku berbeda-beda disesuaikan dengan situasi dan kondisinya.
4 Tingkat Kesiapan Pengikut (Follower Readiness)
Gaya kepemimpinan yang tepat bergantung pula oleh kesiapan/kematangan individu atau kelompok sebagai pengikut. Teori kepemimpinan situasional dari Hersey dan Blanchard mengidentifikasi empat level kesiapan pengikut dalam notasi R1 hingga R4. Tingkat kesiapan/kematangan pengikut ditandai oleh dua karakteristik sebagai berikut: (i.) the ability and willingness for directing their own behavior; dan (ii.) the extent to which people have and willingness to accomplish a specific task. Berdasarkan kriteria mampu dan mau, maka diperoleh empat tingkat kesiapan/kematangan para pengikut sebagai berikut:

R1: Readiness 1 — Kesiapan tingkat 1 menunjukkan bahwa pengikut tidak mampu dan tidak mau mengambil tanggung jawab untuk melakukan suatu tugas. Pada tingkat ini, pengikut tidak memiliki kompetensi dan tidak percaya diri (dikatakan Ken Blanchard sebagai “The honeymoon is over“).
R2: Readiness 2 — Menunjukkan pengikut tidak mampu melakukan suatu tugas, tetapi ia sudah memiliki kemauan. Motivasi yang kuat tidak didukung oleh pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas.
R3: Readiness 3 — Menunjukkan situasi di mana pengikut memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang memadai untuk melaksanakan tugas-tugas. Tetapi pengikut tidak mau melaksanakan tugas-tugas yang diberikan oleh pemimpinnya.
R4: Readiness 4 — Menunjukkan bahwa pengikut telah memiliki pengetahuan dan keterampilan kerja yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas, disertai dengan kemauan yang kuat untuk melaksanakannya.
4 Gaya Kepemimpinan (Leadership Styles)
Tingkat kesiapan/kematangan individu atau kelompok yang berbeda menuntut gaya kepemimpinan yang berbeda pula. Hersey dan Blanchard memilah gaya kepemimpinan dalam perilaku kerja dan perilaku hubungan yang harus diterapkan terhadap pengikut dengan derajat kesiapan/kematangan tertentu.
Perilaku Kerja meliputi penggunaan komunikasi satu-arah, pendiktean tugas, dan pemberitahuan pada pengikut seputar hal apa saja yang harus mereka lakukan, kapan, dan bagaimana melakukannya. Pemimpin yang efektif menggunakan tingkat perilaku kerja yang tinggi di sejumlah situasi dan hanya sekedarnya di situasi lain.
Perilaku hubungan meliputi penggunaan komunikasi dua-arah, mendengar, memotivasi, melibatkan pengikut dalam proses pengambilan keputusan, serta memberikan dukungan emosional pada mereka. Perilaku hubungan juga diberlakukan secara berbeda di aneka situasi.
Kategori dari keseluruhan gaya kepemimpinan diatas diidentifikasi mereka dalam 4 notasi yaitu S1 sampai S4 yang merupakan kombinasi dari dua perilaku diatas:
S1: Telling (Pemberitahu) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut rendah (R1). Ini menekankan perilaku tugas tinggi dan perilaku hubungan yang terbatas. Gaya kepemimpinan telling (kadang-kadang disebut directing) adalah karakteristik gaya kepemimpinan dengan komunikasi satu arah. Pemimpin memberitahu individu atau kelompok soal apa, bagaimana, mengapa, kapan dan dimana sebuah pekerjaan dilaksanakan. Pemimpin selalu memberikan instruksi yang jelas, arahan yang rinci, serta mengawasi pekerjaan secara langsung.
S2: Selling (Penjual) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut moderat (R2). Ini menekankan pada jumlah tugas dan perilaku hubungan yang tinggi. Pada tahapan gaya kepemimpinan ini seorang pemimpin masih memberi arahan namun ia menggunakan komunikasi dua arah dan memberi dukungan secara emosional terhadap individu atau kelompok guna memotivasi dan rasa percaya diri pengikut. Gaya ini muncul kala kompetensi individu atau kelompok meningkat, sehingga pemimpin perlu terus menyediakan sikap membimbing akibat individu atau kelompok belum siap mengambil tanggung jawab penuh atas proses dalam pekerjaan.
S3: Participating (Partisipatif) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi dengan motivasi moderat (R3). Ini menekankan pada jumlah tinggi perilaku hubungan tetapi jumlah perilaku tugas rendah. Gaya kepemimpinan pada tahap ini mendorong individu atau kelompok untuk saling berbagi gagasan dan sekaligus memfasilitasi pekerjaan dengan semangat yang mereka tunjukkan. Gaya ini muncul tatkala pengikut merasa percaya diri dalam melakukan pekerjaannya sehingga pemimpin tidak lagi terlalu bersikap sebagai pengarah. Pemimpin tetap memelihara komunikasi terbuka, tetapi kini melakukannya dengan cenderung untuk lebih menjadi pendengar yang baik serta siap membantu pengikutnya. Tugas seorang pemimpin adalah memelihara kualitas hubungan antar individu atau kelompok.
S4: Delegating (Pendelegasian) — Gaya ini paling tepat untuk kesiapan pengikut tinggi (R4). Ini menekankan pada kedua sisi yaitu tingginya perilaku kerja dan perilaku hubungan dimana gaya kepemimpinan pada tahap ini cenderung mengalihkan tanggung jawab atas proses pembuatan keputusan dan pelaksanaannya. Gaya ini muncul tatkala individu atau kelompok berada pada level kompetensi yang tinggi sehubungan dengan pekerjaannya. Gaya ini efektif karena pengikut dianggap telah kompeten dan termotivasi penuh untuk mengambil tanggung jawab atas pekerjaannya. Tugas seorang pemimpin hanyalah memonitor berlangsungnya sebuah pekerjaan.Dari keempat notasi diatas, tidak ada yang bisa disebut teroptimal setiap saat bagi seorang pemimpin. Pemimpin yang efektif butuh fleksibitas, dan harus beradaptasi di setiap situasi. Prinsip “One Size Fits All” tidak berlaku dalam gaya kepemimpinan, terutama menghadapi tingkat kesiapan bawahan yang  berbeda.


PUSTAKA
1) Garry Yukl, Kepemimpinan Dalam Organisasi, Pretise-Hall Inc, 1994.
2) Robert Benfani, PhD, Memahami Gaya Kepemimpinan Anda, LPPM, Jakarta, 1996.
3) Stephen R. Covey, The Pinciple Leadership, Jakarta. 1997
4) Wahyu Suprapti, Kepemimpinan Dalam Organisasi. Bahan Ajar Diklatpim Tingkat III. Lembaga Administrasi Negara, Jakarta. 2001.
5) http://perilakuorganisasi.com/teori-kepemimpinan-situasional.html



 Oleh: Edy Sutanto, A.Pi, MPd
 
Top