Pasca bencana alam yang menimpa sebagian wilayah Indonesia seperti banjir bandang di Wasior, gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai meletusnya Gunung Merapi, Yogyakarta, masih menyisahkan duka.
Selain kehilangan tempat tinggal, warga yang menjadi korban bencana pun harus kehilangan mata pencarian. Kerugian-kerugian yang ditimbulkan akibat bencana yang datang silih berganti di berbagai wilayah antara lain adalah kerusakan berat pada sarana prasarana kelautan dan perikanan seperti: pelabuhan, rumah nelayan, pasar ikan, kolam, tambak, kematian ikan secara total, sarana perbenihan ikan, rusaknya hutan mangrove, dan kerusakan lain yang tergolong hebat.
Di antara kerusakan yang ada, kegiatan budidaya perikanan mengalami kerusakan yang cukup parah dengan kerusakan kolam, tambak, sarana perbenihan dan kematian massal pada ikan. Harus disadari bahwa kegiatan perikanan budidaya secara cepat atau lambat tidak terlepas dari pengaruh kondisi alam. Hal ini disebabkan oleh lokasi kegiatan perikanan budidaya yang selalu bergantung dari keberadaan lahan dan air.
Menurut Pjs Dirjen Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Periakan, Dr Ketut Sugama, wilayah yang terkena bencana alam menjadi prioritas utama untuk pemulihan sektor perikanan budidaya.
Misalnya, kata Ketut, bencana Gunung Berapi pihak Direktorak Jenderal Perikanan Budidaya memberikan bantuan 400 ribu benih ikan untuk masyarakat korban merapi dan 4 ton makanan ikan.
“Mereka (korban bencana_red) menjadi prioritas kami untuk mendapatkan bantuan. Kalau bukan kami yang menggerakan bantuan, siapa lagi. Padahal mayoritas korban bencana adalah petambak ikan,” ujar Ketut kepada Indonesia Maritime Megazine yang ditemui di kantornya Gedung B, Kementerian Pertanian, Jakarta.
Meskipun sudah mendapatkan bantuan benih ikan yang menjadi persoalan kolam di lokasi bencana merapi terjadi pedangkalan. Untuk memcari solusi terhadap kesulitan masyarakat, Ketut menemui Gubernur Yogyakarta agar di lokasi bencana untuk dibuatkan sumur bor. “Di lokasi bencana juga berdampak pada pedangkalan kolam. Bagaimana petambak ikan mau budidaya ikan, kalau airnya dangkal,” kata Pjs Dirjen Perikanan Budidaya.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP bahwa nilai kerugian sementara di sektor perikanan budidaya akibat erupsi Gunung Merapi mencapai Rp 25,9 miliar. Lokasi kerusakan tersebut mencakup Kabupaten Sleman, Magelang, Klaten dan Boyolali. Selama ini lokasi-lokasi terkena dampak tersebut dikenal termasuk daerah produsen budidaya perikanan air tawar yang maju.
Kerugian ini terjadi karena rusaknya kolam dan gagal panennya produksi perikanan budidaya yang ada di kawasan sekitar Gunung Merapi yang terkena dampak abu vulkanik. Lebih dari 70 kelompok pembudidaya dengan jumlah lebih 2751 orang merugi. Setidaknya sebanyak 117 hektar kolam budidaya membutuhkan rehabilitasi segera agar dapat digunakan kembali menjadi lahan budidaya ikan. Kegagalan panen budidaya air tawar karena bencana dikhawatirkan akan menurunkan produksi perikanan budidaya di daerah terkena dampak.
Kerugian ini terjadi karena rusaknya kolam dan gagal panennya produksi perikanan budidaya yang ada di kawasan sekitar Gunung Merapi yang terkena dampak abu vulkanik. Lebih dari 70 kelompok pembudidaya dengan jumlah lebih 2751 orang merugi. Setidaknya sebanyak 117 hektar kolam budidaya membutuhkan rehabilitasi segera agar dapat digunakan kembali menjadi lahan budidaya ikan. Kegagalan panen budidaya air tawar karena bencana dikhawatirkan akan menurunkan produksi perikanan budidaya di daerah terkena dampak.
Padahal pada tahun 2010, proyeksi produksi perikanan budidaya untuk 4 (empat) kabupaten terkena dampak bencana letusan gunung Merapi mencapai 98.774 ton. Untuk menormalisasikan produksi perikanan, Menteri Kelautan dan Perikanan melalui Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya berkomitmen melakukan rehabilitasi kolam-kolam budidaya. Menurut hasil investigasi melalui berbagai media massa bahwa untuk memulihkan perekonomian di sektor budidaya ikan, disamping rehabilitasi kolam, pembudidaya membutuhkan sedikitnya 11 juta ekor benih ikan dan lebih dari 1050 ton pakan ikan.
Dukungan Ditjen Perikanan Budidaya untuk Pemulihan Daerah Terkena Dampak Bencana.
Kementerian Kelautan dan Perikanan berkomitmen memberikan dukungan untuk pemulihan aktivitas perekonomian korban bencana yang terkait dengan kegiatan perikanan dan kelautan. Melalui unit Eselon I, KKP telah mengidentifasi dan mengalokasikan kegiatan penanggulangan dan pemulihan dampak bencana. Untuk korban bencana letusan Gunung Merapi (Kab. Sleman, Magelang, Boyolali, dan Klaen), Ditjen Perikanan Budidaya telah mengalokasikan sedikitknya 5 (lima) unit excavator/backhoe. Alat berat tersebut difungsikan untuk merehabilitasi lahan perikanan budidaya, kolam-kolam dan saluran air yang tertutup material abu vulkanik.
Selain excavator, Ditjen Perikanan Budidaya juga telah mengalokasikan dana kegiatan Pengembangan Usaha Mina Pedesaan (PUMP) Perikanan Budidaya sebanyak 170 paket. Masing-masing paket bernilai Rp. 100.000.000. Sehingga total alokasi dana PUMP Perikanan Budidaya untuk daerah terkena dampak letusan Gunung Merapi adalah sebesar Rp. 17.000.000.000.-
Kegiatan PUMP di lokasi terkena dampak letusan Gunung Merapi dimaksudkan untuk menormalisasi kegiatan perikanan budidaya di daerah tersebut.
Alokasi PUMP diberikan melalui bantuan langsung masyarakat untuk sarana produksi perikanan budidaya. Sarana produksi perikanan budidaya dimaksud adalah sarana berupa benih, pakan, dan peralatan produksi pembudidayaan ikan termasuk rehabilitasi kolam. Dengan bantuan tersebut diharapkan diharpakan target produksi perikanan budidaya tidak terganggu.
Sementara untuk korban banjir bandang di Wasior, Ditjen Perikanan Budidaya mengalokasikan dana untuk kegiatan Pengembangan Usaha Minapedesaan. Untuk menormalisasikan kegiatan budidaya di daerah tersebut dialokasikan 10 paket PUMP berupa sarana produksi, dengan nilai sebesar Rp. 100.000.000,- untuk masing-masing paketnya.
Sedangkan untuk korban gempa dan tsunami di Kepulauan Mentawai, Ditjen Perikanan Budidaya telah mengalokasikan bantuan Karamba Jaring Apung (KJA) yang terdiri dari 48 lubang. Tidak hanya KJA, masyarakat korban bencana di Kepulauan Mentawai juga akan dibantu dengan sarana produksi perikanan budidaya untuk Pengembangan Usaha Mina Pedesaan sebesar 10 paket dengan masing-masing paket senilai Rp. 100.000.000,-.
Dengan adanya bantuan kepada masyarakat tersebut melalui Ditjen Perikanan Budidaya dan unit kerja Eselon I lingkup KKP, tentu saja diharapkan dapat memberi dampak yang besar bagi upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat terkena dampak bencana. Pembangunan kesejahteraan bagi masyarakat yang terkena bencana secara langsung maupun tidak langsung diharapkan akan mengalami peningkatan. Dengan demikian, peningkatan produksi perikanan dapat direalisasikan sesuai dengan yang sudah ditargetkan.
Meningkatkan Produksi Ikan
Untuk tahun 2011 ini Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya tidak mau sesumbar dengan programnya. Hanya satu program yang difokuskan yaitu meningkatkan produksi perikanan budidaya.
“Program Dirjen Perikanan Budidaya cuma satu. Bagaimana meningkatkan produksi hasil perikanan budidaya,” kata Pjs Dirjen Perikanan Budidaya, Dr Ketut Sugama.
“Program Dirjen Perikanan Budidaya cuma satu. Bagaimana meningkatkan produksi hasil perikanan budidaya,” kata Pjs Dirjen Perikanan Budidaya, Dr Ketut Sugama.
Menurut Ketut, perikanan budidaya menutup tahun 2010 dengan pencapaian angka produksi sekitar 5,48 juta ton serta pengembangan pembenihan yang semakin maju, baik benih nila, benih lele, benih gurame dan benih ikan lainnya. Angka yang membuat rasa optimisme menjalar pada setiap pegawai Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Betapa tidak, angka tersebut melebihi angka sasaran yang telah ditetapkan sebagai target pencapaian produksi tahun 2010 sebesar 5,38 juta ton.
“Tahun 2010 target dari perikanan budidaya 5,38 juta ton. Pencapaian angka produksi di tahun 2010 sekitar 5,48 juta ton. Artinya kami mencapai target. Tapi untuk budidaya udang kami gagal tidak mencapai target,” ungkapnya.
Angka produksi sementara tahun 2010 tersebut, tidak berbeda komposisinya dengan tahun sebelumnya. Rumput laut masih mendominasi sebagai produksi komoditas utama tertinggi ditahun 2010 yang telah lewat. Produksi rumput laut pun masih didominasi pada provinsi-provinsi yang selama ini menjadi sentra produksi rumput laut seperti daerah sulawesi dan nusa tenggara.
Sebelumnya, pada tahun 2010 telah diluncurkan program minapolitan yang berbasis pada tingkat kabupaten dan telah ditetapkan beberapa kabupaten minapolitan dengan mengandalkan potensi masing-masing daerah. Konsep minapolitan sendiri merupakan konsep pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan dengan prinsip-prinsip, integrasi, efisiensi, kualitas, dan akselerasi. Selain itu, juga ada paket-paket wirausaha pemula yang diharapkan akan bermunculan banyak pembudidaya baru sehingga secara tidak langsung akan tercetak lahan-lahan baru yang diharapkan dapat memacu pertumbuhan produksi perikanan budidaya.
Ditahun 2011, Kata Ketut, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya membentuk subdit kewirausahaan yang diharapkan akan lebih fokus dalam pengembangan wirausaha perikanan terutama untuk yang pemula. Pembentukan subdit kewirausahaan ini, sejalan dengan program Ditjen Perikanan Budidaya yang ingin agar terbentuk para wirausahawan baru di bidang perikanan budidaya. Program baru pun akan diluncurkan untuk membentuk sentra perikanan budidaya baru dengan wilayah yang lebih kecil.
“Program ini nantinya disebut mina pedesaan. Ya, dari namanya bisa ditebak jika program ini berbasis pada pedesaan. Berbeda dengan minapolitan yang berbasis pada wilayah kabupaten. Program-program yang sudah berjalan baik akan tetap diteruskan sembari dibentuk program-program baru yang semuanya bermuara pada pencapaian produksi perikanan budidaya dan tentunya diharapkan kesejahteraan pada pembudidaya juga meningkat,” harapnya.
Udang yang menjadi produksi unggulan perikanan budidaya mengalami penurunan. Tahun 2010 dari target 400 ribu ton, hanya mencapai 320 ribu ton. Menurut Ketut, ada dua permasalahan yang mengakibatkan produksi udang menurun. Adalah terserang penyakit dan udang Indonesia 40 persen di produksi dipasena, Lampung. “Ada dua permasalahan udang, yang pertama terserang penyakit dan yang kedua 40 persen udang kita hasil produksi dipasena,” sambungnya.
Krisis Yunani memicu jebloknya ekspor udang Indonesia ke Eropa hingga 50 persen atau menjadi 864 ton per triwulan I tahun ini. Turunnya kurs euro terhadap dollar AS memaksa warga Benua Biru itu mengurangi konsumsinya. Di sisi lain, anjloknya produksi udang dalam negeri juga menghambat pemenuhan permintaan Amerika dan Jepang.
“Akibat turunnya kurs Euro terhadap dollar AS, pembeli dari Eropa memilih mengurangi konsumsinya sehingga mau tidak mau nilai order yang datang juga jadi sangat minim. Penurunannya hingga triwulan I telah mencapai 48,82% dibanding periode sama tahun lalu,” ujar Vice President I Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I), Johan Suryadarma.
Menurut catatanya, realisasi ekspor udang ke eropa sepanjang triwulan I/2010 tercatat sebesar 864 ton. Padahal, pada periode sama tahun lalu tercatat mampu mencapai 1.688 ton. “Penurunan tersebut tercatat paling besar dibanding ekspor untuk negara tujuan yang lain, seperti Amerika dan Jepang,” katanya.
Untuk Amerika dan Jepang, kata dia, juga mengalami penurunan tapi relatif tipis. Ekspor ke Amerika hingga triwulan I/2010 turun sebesar 29,26 persen, yaitu dari 20.614 ton di 2009 menjadi 14.582 ton tahun ini. Sedangkan untuk ke Jepang, realisasi ekspor sepanjang triwulan I/2010 tercatat 7.462 ton, atau turun sebesar 12,37 persen, dari realisasi ekspor udang pada triwulan I/2009 yang sebesar 8.515 ton. “Untuk dua negara tersebut, penurunan lebih karena produksi kita yang juga menurun sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan pasar,” tukasnya.
Untuk mengatasi kekurangan suplai tersebut, pihaknya berharap upaya revitalisasi tambak udang yang telah mulai digagas dapat sesegera mungkin direalisasikan di seluruh daerah penghasil udang. “Bisa dimulai dari perbaikan proses dan juga tata cara budidaya. Selain itu, bisa juga dihidupkan kembali tambak yang sudah beralih fungsi menjadi lahan tidur. Dengan begitu produksi bisa dipastikan akan meningkat dengan sendirinya,” tegasnya.
Sementara untuk provinsi Jawa Timur, produksi udang tahun ini optimis tumbuh 12%.Keyakinan ini dilandasi dengan telah mulai berjalannya upaya revitalisasi 1.000 hektar tambak yang tela dicanangkan oleh pemerintah pusat. “Dengan mulai berjalannya program revitalisasi 1.000 hektar tambak dari pemerintah pusat, saya sangat yakin produksi udang Jatim akan mengalami peningkatan minimal 12% dari tahun lalu,” ujarnya.
Dia mengatakan, saat ini ada beberapa area tambak Jatim yang telah mengalami perluasan, seperti di daerah Banyuwangi dan Situbondo. “Perluasan tersebut karena beberapa investor mulai tertarik dan masuk untuk menghidupkan kembali tambak udang yang telah lama mati dan tidak digarap,” jelasnya.
“Untuk wilayah Banyuwangi saja, misalnya, kami memperkirakan akan mengalami peningkatan produksi sekitar 20 persen hingga 25 persen. Lalu Tuban dan Malang sepertinya juga akan meningkat sekitar 10 persen,” ujarnya.
Namun, peningkatan produksi Jatim, menurutnya belum sebanding dengan penurunan produksi udang secara nasional di tahun 2009 yang mencapai sekitar 35 persen. “Karena kontribusi sektor udang Jatim ke nasional hanya sekitar 18 persen, maka sepertinya defisit produksi di 2009 belum akan tertutupi oleh peningkatan ini,” tukasnya.
Produksi udang di dalam negeri sudah beberapa tahun mengalami penurunan akibat adanya penyakit virus, peralihan musim, yang menyerang kantong budidaya perikanan udang di Jawa Timur. Pengusaha dan petambak udang mulai berusaha dengan berbagai daya, untuk mencari solusi mengembalikan kejayaan jaman keemasan udang di Indonesia. Lampu hijau mulai menyala ke titik terang dan kini budidaya udang memasuki babak baru untuk memutus rantai ditingkat hulu, sampai ketingkat hilir harus selalu bergandengan untuk memperoleh hasil yang sama.
Sejak awal tahun 2009 lalu, Pemerintah telah memperbaiki sarana dan mengoperasikan pusat perbanyakan pemuliaan budidaya udang vananme Desa Gelung Kecamatan Panarukan Kabupaten Situbondo Jawa Timur, Karangasem Propinsi Bali.
Dampak Ekologis dan Ekonomi
Dari budidaya ikan memiliki dua aspek. Adalah aspek ekologis dan ekonomi. Menurut Pjs Dirjen Perikanan Budidaya, Dr Ketut Sugama, dari aspek ekologis berhubungan dengan lingkungan sekitar. Maksudnya, kata Ketut, masyarakat yang melakukan budidaya perikanan harus mengikuti kaidah-kaidah lingkungan. Artinya, budidaya ikan harus bersih dan menjaga lingkungan. “Kalau lingkungan bersih ikan pun sehat dimakannya pun enak. Kita tidak boleh menyiksa ikan,” katanya.
Dari segi ekonomi, budidaya ikan dapat diprediksi tidak perlu hunting. Secara bisnis perikanan budidaya sudah dapat diketahui labanya. Namun, budidaya perikanan diperlukan kesabaran. “Membudidaya ikan seperti kita melihara orok yang baru lahir. Dibutuhkan kesabaran, jika dipelihara dengan baik semuanya menjadi happy,” pungkasnya.
Seperti Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dapat menjadi salah satu sasaran untuk itu. Sesuai dengan UU No. 22/1999, provinsi kepulauan yang terbilang masih muda dengan umur baru menginjak delapan tahun namun memiliki perairan 65.281 Km2 lebih luas jika dibandingkan daratannya yang hanya seluas 16.281 Km2 . Kondisi ini tentunya dapat menjadi fokus pembangunan pemerintah daerah untuk mengembangkan pembangunan ke depannya yang diprioritaskan pada sektor bahari. Perairan yang dibicarakan di sini tentunya mencakup perairan darat maupun laut. Persepsi masyarakat mungkin akan tertuju pada sektor kelautan yang diharapkan akan menjadi salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Bahkan saat sekarang ada sebagian industri kecil yang telah mengelola ikan laut menjadi makanan khas provinsi ini misalnya diolah menjadi kemplang/kerupuk, abon ikan, ikan asin, dan lain sebaginya.Tidak selamanya subsektor perikanan laut dapat menjadi sumber pendapatan untuk sebuah daerah. Terkadang ada saat tertentu pasti akan terjadi penurunan hasil laut yang dikarenakan kondisi cuaca yang tidak mendukung para nelayan untuk mendapatkan hasil tangkapan berupa hasil laut, apalagi pada saat musim seperti sekarang ini.
Mengingat sektor perikanan akan tetap menjadi salah satu sektor unggulan di negeri ini, maka akan sangat tepat jika kita mulai memberi perhatian yang lebih pada sektor perikanan air tawar. Namun apakah budidaya ikan air tawar ini dapat memberikan kontribusi bagi sektor perikanan? Atau mungkinkah subsektor perikanan, khususnya budidaya ikan air tawar akan terus eksis di negeri
Sumber Informasi: INDONESIA MARITIM INSTITUT
http://indomaritimeinstitute.org/?p=602